Sewaktu PBNU belum dikomandani
Gus Dur, suasananya adem ayem belaka. Setelah dipimpin Gus Dur, ormas raksasa
itu sering betul “dimeriahkan” oleh polemik yang marak akibat berbagai tindakan
dan ucapannya.
Gus Dur misalnya, pernah berselisih lama dengan pamannya, Yusuf Hasyim, seolah hampir berantem. Tapi kalau keduanya bertemu, seolah tak ada bibit permusuhan satu helai rambut pun.
Gus Dur juga pernah melekatkan kata stupidity pada Soeharto (dalam buku A Nation in Waiting Adan Schwarz), tapi tak lama kemudian runtang-runtung dengan anaknya, Tutut. Malah Tutut sempat diajak istigotsah ke pesantren-pesantren NU, dan dengan gembira ria karena diperkenalkan oleh Gus Dur sebagai “pemimpin Indonesia masa depan”.Orang-orang pun bertanya, kok bisa begitu ya?
Kalau sudah ditanya begini, Gus Dur akan mengutip konflik antara Rais Am NU KH Abdul Wahab Hasbullah dan wakilnya, KH Bisri Syansuri. Mereka ini, sering “bertengkar”, walaupun beripar.
“Kalau sudah berdebat hukum agama, muka mereka sampai merah, gebrakan-gebrakan meja lagi. Tapi kalau sudah mendengar azan, mereka berhenti dan menuju masjid bersama-sama. Sudah tidak ada masalah lagi.” Malah, katanya, mereka masih bisa bercanda segala.
Gus Dur misalnya, pernah berselisih lama dengan pamannya, Yusuf Hasyim, seolah hampir berantem. Tapi kalau keduanya bertemu, seolah tak ada bibit permusuhan satu helai rambut pun.
Gus Dur juga pernah melekatkan kata stupidity pada Soeharto (dalam buku A Nation in Waiting Adan Schwarz), tapi tak lama kemudian runtang-runtung dengan anaknya, Tutut. Malah Tutut sempat diajak istigotsah ke pesantren-pesantren NU, dan dengan gembira ria karena diperkenalkan oleh Gus Dur sebagai “pemimpin Indonesia masa depan”.Orang-orang pun bertanya, kok bisa begitu ya?
Kalau sudah ditanya begini, Gus Dur akan mengutip konflik antara Rais Am NU KH Abdul Wahab Hasbullah dan wakilnya, KH Bisri Syansuri. Mereka ini, sering “bertengkar”, walaupun beripar.
“Kalau sudah berdebat hukum agama, muka mereka sampai merah, gebrakan-gebrakan meja lagi. Tapi kalau sudah mendengar azan, mereka berhenti dan menuju masjid bersama-sama. Sudah tidak ada masalah lagi.” Malah, katanya, mereka masih bisa bercanda segala.
“Kalau sudah menentukan
siapa yang jadi imam, biasanya mereka saling dorong,” tuturnya. “Mbah Bisri
meminta KH Wahab karena dianggap lebih tua. Ganti KH Wahab meminta Mbah Bisri
karena dianggap yang punya masjid.
“Di
NU itu tidak ada rebutan untuk jadi imam. Mungkin karena nggak ada duitnya.”
(Sumber: Ger-Geran Bersama Gus
Dur, Penyunting Hamid Basyaib dan Fajar W. Hermawan, Pustaka Alvabet, 2010)
Sumber : alif.id