nudarungan. Tanggal 16 Rajab 1440 Hijriah yang
bertepatan dengan hari Sabtu, 23 Maret 2019 menandai usia 96 tahun NU.
Istighotsah digelar pada pagi itu kantor-kantor NU, masjid, mushala, pesantren,
dan berbagai tempat lainnya di seluruh penjuru dunia yang menjadi pusat
berkumpulnya warga NU untuk memanjatkan doa agar perjalanan NU ke depan dalam
memperjuangkan kemuliaan Islam di Indonesia mendapatkan berkah dari Allah. Dalam
perjalanannya hampir satu abad melintasi beragam zaman ini, NU telah mampu
mengatasi berbagai tantangan. Dan tantangan baru berupa era teknologi
menghadang di depan kita.
Percepatan perkembangan teknologi
memberi manfaat, tetapi sekaligus dapat menjadi bencana jika tidak dapat
memanfaatkannya dengan baik. Banyak lembaga atau perusahaan besar yang memimpin
pada era tertentu, tetapi kemudian tenggelam ketika mereka tidak mampu
menyesuaikan diri dengan zaman baru. Organisasi Islam yang paling maju di era
kolonial, Orde Lama, dan Orde Baru berbeda-beda, silih berganti. Bahkan ada di
antaranya sudah bubar.
Dalam konteks menghadapi berbagai
perubahan zaman ini, NU selalu mampu menyesuaikan diri dengan baik. Salah satu
karakter NU adalah fleksibilitas atau kemampuan menyesuaikan diri dengan
berbagai zaman. Tentu saja, ini menjadi modal besar bahwa NU akan mampu
menyesuaikan diri dengan zaman yang akan datang dengan berbagai cirinya.
Sekalipun demikian, kita harus mampu
menyiapkan diri dengan era teknologi ini sehingga bukan hanya menjadi konsumen
atau sekadar eksis saja, tetapi harus mampu menjadi pemimpin dan menentukan
arah perkembangan Islam di Indonesia. Dan untuk itu, modal yang diperlukan
adalah kualitas sumber daya manusia.
Dalam hal ini, kreativitas dan
inovasi serta kolaborasi adalah kunci keberhasilan pada era yang dikenal dengan
industri 4.0. Ini berbeda dengan kebutuhan sukses di zaman revolusi industri
2.0 yang menyaratkan adanya efisiensi dan efektifitas. Pada aspek kolaborasi,
NU adalah sebuah komunitas yang erat. Jaringan aktivis NU ada di berbagai
tempat yang satu sama lain saling terhubung. Mereka disatukan oleh cita-cita
bersama untuk menjadikan Indonesia sebagai tempat dengan ajaran Islam yang
ramah di bawah ajaran Ahlusunnah wal Jamaah.
Yang menjadi tantangan kini adalah
bagaimana meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Ini artinya adalah
bagaimana kualitas pesantren, sekolah, dan perguruan tinggi di lingkungan
Nahdlatul Ulama. Ada banyak faktor yang menentukan kualitas sebuah lembaga
pendidikan seperti kualitas pengajar, sarana dan prasarana, kurikulum.
Berbagai kebijakan negara dalam
meningkatkan kualitas sumber daya manusia berupa berbagai jenis beasiswa
seperti beasiswa santri, Bidik Misi, LPDP, program 5000 doktor, dan lainnya
memberi peluang bagi kader-kader muda terbaik NU untuk melanjutkan pendidikan
ke jenjang yang lebih tinggi atau keahlian tertentu. Beberapa di antara mereka
telah lulus dan mengabdikan diri di berbagai lembaga pendidikan NU. Lebih
banyak lagi yang sedang menyelesaikan pendidikannya. Dan insyaallah, banyak
sekali tunas-tunas muda NU yang di masa depan akan memperkuat NU dengan beragam
keahlian yang mereka miliki. Ini menjadi modal NU dalam menyiapkan sumber daya
manusianya di masa depan.
Kualitas pendidikan di Indonesia
secara umum masih dianggap rendah. Dari indikator internasional seperti
Programme for International Students Assessment (PISA) yang mengukur kemampuan
sains, matematika, dan membaca, rata-rata kemampuan anak Indonesia dalam ketiga
bidang masih sangat rendah dibandingkan dengan negara lain. Ini tentu cerminan
dari kualitas pendidikan di Indonesia. Lembaga-lembaga pendidikan di lingkungan
NU tentu tak jauh berbeda. Bahkan tantangannya menjadi lebih besar karena
dikelola secara mandiri oleh masyarakat. Apalagi lembaga pendidikan di
lingkungan NU berusaha mengkombinasikan kemampuan intelektual sekaligus
pemahaman keislaman. Ada lebih banyak materi yang harus dipelajari. Namun, jika
berhasil, maka siswa yang dihasilkan merupakan siswa yang tidak sekedar pintar,
tetapi juga berkarakter.
Persoalan yang dihadapi NU juga
bukan sekedar sumber daya manusia, tetapi komposisi keahliannya. Selama ini,
keahlian yang dimiliki oleh kader-kader NU adalah bidang ilmu-ilmu agama dan
sosial humaniora. Sedangkan era teknologi membutuhkan orang-orang yang kompeten
dalam bidang sains. Dengan demikian, perlu dilakukan perencanaan yang baik agar
menghasilkan komposisi yang ideal.
Era teknologi terdapat
penguasa-penguasa baru, yaitu mereka yang menguasai teknologi. Para pencipta
aplikasi yang disukai oleh warganet, para ustadz yang ceramahnya di media
sosial banyak diunduh dan ditonton. Orang-orang berpengaruh di media sosial
yang akunnya diikuti oleh jutaan orang, sesungguhnya merupakan
individu-individu atau sekelompok kecil yang memiliki pengaruh besar kepada
publik. Ini semua adalah soal kreativitas dan inovasi.
Kita yakin bahwa NU akan tetap mampu
memberi peran besar pada era teknologi ini. Ada banyak sekali sumber daya
manusia kreatif dan inovatif yang bergerak, baik atas nama pribadi atau
organisasi NU yang menyebarkan nilai-nilai NU. Bagaimana menciptakan lahan
subur tumbuhnya tradisi berteknologi. Memberi ruang bakat-bakat yang ada untuk
tumbuh dan berkembang guna memberi kontribusi kepada dunia.
Artikel ini bersumber di situs nuonline, www.nu.or.id.