TUJUAN NU

BERLAKUNYA AJARAN ISLAM YANG MENGANUT FAHAM AHLUSUNNAH WAL JAMA’AH UNTUK TERWUJUDNYA TATANAN MASYARAKAT YANG BERKEADILAN DEMI KEMASLAHATAN, KESEJAHTERAAN UMAT DAN DEMI TERCIPTANYA RAHMAT BAGI SEMESTA (PASAL 8 ANGGARAN DASAR NU)

PIMPINAN NU DARUNGAN MASA KHIDMAT 2023-2028

RAIS SYURIYAH: Ust. ABD. ROZAQ (PAKEMAN) dan KETUA TANFIDZIYAH: Ust. ABU HASAN TOYIB (LORKALI)

Minggu, 31 Maret 2019

NU Menyambut Tantangan Era Teknologi


nudarungan. Tanggal 16 Rajab 1440 Hijriah yang bertepatan dengan hari Sabtu, 23 Maret 2019 menandai usia 96 tahun NU. Istighotsah digelar pada pagi itu kantor-kantor NU, masjid, mushala, pesantren, dan berbagai tempat lainnya di seluruh penjuru dunia yang menjadi pusat berkumpulnya warga NU untuk memanjatkan doa agar perjalanan NU ke depan dalam memperjuangkan kemuliaan Islam di Indonesia mendapatkan berkah dari Allah. Dalam perjalanannya hampir satu abad melintasi beragam zaman ini, NU telah mampu mengatasi berbagai tantangan. Dan tantangan baru berupa era teknologi menghadang di depan kita. 

Percepatan perkembangan teknologi memberi manfaat, tetapi sekaligus dapat menjadi bencana jika tidak dapat memanfaatkannya dengan baik. Banyak lembaga atau perusahaan besar yang memimpin pada era tertentu, tetapi kemudian tenggelam ketika mereka tidak mampu menyesuaikan diri dengan zaman baru. Organisasi Islam yang paling maju di era kolonial, Orde Lama, dan Orde Baru berbeda-beda, silih berganti. Bahkan ada di antaranya sudah bubar. 

Dalam konteks menghadapi berbagai perubahan zaman ini, NU selalu mampu menyesuaikan diri dengan baik. Salah satu karakter NU adalah fleksibilitas atau kemampuan menyesuaikan diri dengan berbagai zaman. Tentu saja, ini menjadi modal besar bahwa NU akan mampu menyesuaikan diri dengan zaman yang akan datang dengan berbagai cirinya.

Sekalipun demikian, kita harus mampu menyiapkan diri dengan era teknologi ini sehingga bukan hanya menjadi konsumen atau sekadar eksis saja, tetapi harus mampu menjadi pemimpin dan menentukan arah perkembangan Islam di Indonesia. Dan untuk itu, modal yang diperlukan adalah kualitas sumber daya manusia. 

Dalam hal ini, kreativitas dan inovasi serta kolaborasi adalah kunci keberhasilan pada era yang dikenal dengan industri 4.0. Ini berbeda dengan kebutuhan sukses di zaman revolusi industri 2.0 yang menyaratkan adanya efisiensi dan efektifitas. Pada aspek kolaborasi, NU adalah sebuah komunitas yang erat. Jaringan aktivis NU ada di berbagai tempat yang satu sama lain saling terhubung. Mereka disatukan oleh cita-cita bersama untuk menjadikan Indonesia sebagai tempat dengan ajaran Islam yang ramah di bawah ajaran Ahlusunnah wal Jamaah. 

Yang menjadi tantangan kini adalah bagaimana meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Ini artinya adalah bagaimana kualitas pesantren, sekolah, dan perguruan tinggi di lingkungan Nahdlatul Ulama. Ada banyak faktor yang menentukan kualitas sebuah lembaga pendidikan seperti kualitas pengajar, sarana dan prasarana, kurikulum. 

Berbagai kebijakan negara dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia berupa berbagai jenis beasiswa seperti beasiswa santri, Bidik Misi, LPDP, program 5000 doktor, dan lainnya memberi peluang bagi kader-kader muda terbaik NU untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi atau keahlian tertentu. Beberapa di antara mereka telah lulus dan mengabdikan diri di berbagai lembaga pendidikan NU. Lebih banyak lagi yang sedang menyelesaikan pendidikannya. Dan insyaallah, banyak sekali tunas-tunas muda NU yang di masa depan akan memperkuat NU dengan beragam keahlian yang mereka miliki. Ini menjadi modal NU dalam menyiapkan sumber daya manusianya di masa depan.

Kualitas pendidikan di Indonesia secara umum masih dianggap rendah. Dari indikator internasional seperti Programme for International Students Assessment (PISA) yang mengukur kemampuan sains, matematika, dan membaca, rata-rata kemampuan anak Indonesia dalam ketiga bidang masih sangat rendah dibandingkan dengan negara lain. Ini tentu cerminan dari kualitas pendidikan di Indonesia. Lembaga-lembaga pendidikan di lingkungan NU tentu tak jauh berbeda. Bahkan tantangannya menjadi lebih besar karena dikelola secara mandiri oleh masyarakat. Apalagi lembaga pendidikan di lingkungan NU berusaha mengkombinasikan kemampuan intelektual sekaligus pemahaman keislaman. Ada lebih banyak materi yang harus dipelajari. Namun, jika berhasil, maka siswa yang dihasilkan merupakan siswa yang tidak sekedar pintar, tetapi juga berkarakter.

Persoalan yang dihadapi NU juga bukan sekedar sumber daya manusia, tetapi komposisi keahliannya. Selama ini, keahlian yang dimiliki oleh kader-kader NU adalah bidang ilmu-ilmu agama dan sosial humaniora. Sedangkan era teknologi membutuhkan orang-orang yang kompeten dalam bidang sains. Dengan demikian, perlu dilakukan perencanaan yang baik agar menghasilkan komposisi yang ideal.

Era teknologi terdapat penguasa-penguasa baru, yaitu mereka yang menguasai teknologi. Para pencipta aplikasi yang disukai oleh warganet, para ustadz yang ceramahnya di media sosial banyak diunduh dan ditonton. Orang-orang berpengaruh di media sosial yang akunnya diikuti oleh jutaan orang, sesungguhnya merupakan individu-individu atau sekelompok kecil yang memiliki pengaruh besar kepada publik. Ini semua adalah soal kreativitas dan inovasi.

Kita yakin bahwa NU akan tetap mampu memberi peran besar pada era teknologi ini. Ada banyak sekali sumber daya manusia kreatif dan inovatif yang bergerak, baik atas nama pribadi atau organisasi NU yang menyebarkan nilai-nilai NU. Bagaimana menciptakan lahan subur tumbuhnya tradisi berteknologi. Memberi ruang bakat-bakat yang ada untuk tumbuh dan berkembang guna memberi kontribusi kepada dunia.

Artikel ini bersumber di situs nuonline, www.nu.or.id.